
Nusa Dua - Ancaman resistensi antimikroba (antimicrobial
resistance/AMR) diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia
pada tahun 2050. Pada laporan yang dirilis oleh Global Review pada tahun
2016 itu, tingkat kematian disebut akan mencapai 10 juta jiwa per
tahun.
“Prediksi tadi dapat terjadi apabila tidak ada upaya konkret dalam
pengendalian penggunaan antimikroba. Oleh karena itu, perlu upaya
bersama merealisasikan resolusi global yang diterjemahkan ke dalam
Rencana Aksi Global dan Rencana Aksi Nasional dalam pengendalian AMR.”
Demikian disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan
SYL), saat memberikan keynote speech sekaligus membuka Acara Puncak
Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia Tahun 2021 di Indonesia, yang
berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada Rabu, 24 September 2021.
Kondisi AMR mengacu pada keadaan saat bakteri, virus, jamur, dan
parasite mengalami perubahan seiring dengan waktu sehingga tidak lagi
merespon obat-obatan yang dirancang untuk membunuh mikroba-mikroba
tersebut. Kondisi ini terjadi karena antimikroba diberikan dengan dosis
dan indikasi yang tidak tepat.
Pendekatan One Health, disebut SYL, bisa menjadi panduan dalam
memastikan bahwa semua pemangku kepentingan dari berbagai disiplin ilmu
terlibat dalam proses membangun ketahanan dan memecahkan permasalahan
kesehatan.
Pentingnya penggunaan pendekatan One Health karena AMR tidak lagi
hanya dilihat sebagai masalah yang berdiri sendiri. Persoalan AMR
terkait dengan berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat, kesehatan
hewan, rantai makanan, pertanian, dan sektor lingkungan.
“One Health ini bertujuan untuk mencapai kesehatan yang optimal
melalui komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi multi-sektoral. Semua
sektor masyarakat harus terlibat, aktif dan bertanggung jawab atas
penyebaran AMR,” ungkapnya.
Untuk sektor pertanian, serta peternakan dan kesehatan hewan, AMR
menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ketahanan pangan dan turut
mengancam pengembangan kesehatan hewan.
“Untuk itu, kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai
pemangku kepentingan untuk meningkatkan kapasitas sektor pertanian dalam
mengelola resiko AMR dan membangun ketahanan terhadap dampak AMR,”
jelas SYL.
Dengan menggunakan One Health atau kerangka kerja kesehatan
terpadu, Kementan bersama kementerian, lembaga dan stakeholders terkait
lain, telah menyiapkan rencana strategis serta peta jalan dalam
upaya-upaya pengendalian dan penanggulangan AMR di Indonesia.
Langkah penting lainnya yang telah dilakukan oleh Kementerian
Pertanian adalah pengaturan penggunaan antibiotik di bidang peternakan
dan kesehatan hewan yang melarang penggunaan antibiotik sebagai imbuhan
pakan.
SYL berharap, sejumlah program yang dijalankan pemerintah dapat
didukung oleh semua pihak. “Dibutuhkan komitmen bersama, tidak hanya di
level Indonesia, tapi juga dengan lembaga-lembaga dunia, untuk
mewujudkan gerakan pengendalian AMR,” ujar SYL.
Ajakan SYL mendapat sambutan positif dari Kepala Perwakilan Food
and Agriculture Organization (FAO) di Indonesia, Rajendra Aryal. Dirinya
menyebutkan pemerintah Indonesia telah menunjukkan upaya penanggulangan
AMR dengan menerapkan Pendekatan One Health. Rencana Aksi Nasional
Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) telah dikembangkan dan
diimplementasikan oleh pemangku kepentingan multisektoral.
“FAO telah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan
Layanan Hewan di bawah Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memberikan
dukungan teknis yang diperlukan agar tercapainya target RAN PRA dalam
sistem produksi peternakan dan pangan,” sebutnya.
Rajendra menambahkan, pengendalian AMR tidak hanya cukup dilakukan
melalui pendekatan institusional. Menurutnya penting bagi semua pihak
untuk memperoleh saran dari pakar atau professional sebelum membeli dan
menggunakan antimikroba dalam proses produksi dan kesehatan hewan.
“Kewaspadaan kita pada bahaya AMR akan mengarahkan pada sistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan tangguh,” tegasnya.
Turut hadir memberikan sambutan, Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi
Subagyono menyebutkan bahwa dalam kerangka One Health, sangat penting
bagi semua pihak untuk memberikan perhatian khusus pada persoalan
kesehatan hewan.
“Bagaimanapun kesehatan hewan bisa berpengaruh terhadap kesehatan
manusia. Dan dampaknya bisa berupa kematian. Sehingga penting bagi
masyarakat dan pelaku usaha untuk mengerti,” jelasnya.
Untuk itu, Kementan akan melakukan pemetaan untuk mengetahui
kelompok masyarakat dan pelaku usaha yang belum memahami ancaman yang
diakibatkan oleh AMR. Di sisi lain, Kementan pun akan mengidentifikasi
wilayah-wilayah yang rentan mikroba.
“Data dari hasil mapping ini bisa menjadi dasar kita dalam menentukan action plan untuk mengendalikan AMR,” imbuh Kasdi.
Berita Terbaru