KEMENTERIAN PERTANIAN
2023-01-05

Kementerian Pertanian (Kementan)
menegaskan penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun
2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan,
Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit untuk memberikan
kepastian hukum terhadap berjalan optimalnya program Peremajaan Sawit Rakyat
(PSR). Tercatat, realisasi capaian rekomendasi teknis program PSR selama tahun
2022 seluas 17.587 hektar sehingga sangat dirasakan petani atau pekebun sawit.
“Sejak dilantik menjadi Dirjen
Perkebunan, baru lima bulan terakhir ini tentunya hasil yang luar biasa dapat
merealisasikan pelaksanaan program PSR seluas 17.587 hektar itu. Ini dengan
berbagai terobosan dan inovasi untuk meningkatkan produksi sawit dalam negeri.
Sehingga, terbitnya Permentan nomor 3 tahun 2022 justru memberikan kepastikan
hukum terhadap bantuan PSR itu benar-benar terlaksana dan diterima petani
secara tepat dan cepat, juga memperlancar dan melindungi petani, bukan untuk
memberatkan atau mempersulit petani saat memproses bantuan program PSR,”
demikian dikatakan Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah di
Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Lebih jauh Andi menjelaskan
capaian program PSR ini harus diapresiasi karena dalam pelaksanaanya dihadapkan
tantangan yang berat yakni minat pekebun untuk berpartisipasi program
peremajaan serta pada aspek legalitas dan status lahan. Minat Pekebun sangat
memiliki korelasi dengan harga TBS yang relatif meningkat pasca larangan ekspor
produk kelapa sawit, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap capaian pada
program PSR.
“Hadirnya Permentan Nomor 3 tahun
2022 ini mencegah tumpang tindih lahan, kepastian hukum dan adil sehingga
kepemilikannya clear and clean dan tidak ada masalah dikemudian harinya. Demi
kebutuhan petani, Permentan ini terus disempurnakan sehingga dapat atasi
kondisi di lapangan, saat ini sedang proses harmonisasi di Kemenkumham,”
jelasnya.
Selanjutnya Andi menjelaskan
hambatan pelaksanaan program PSR 2022 adalah adanya beberapa catatan dari
auditor eksternal berkaitan dengan kepastian usaha khususnya dari aspek status
lahan. Program PSR tidak boleh berada dalam kawasan hutan, kawasan Hak Guna
Usaha (HGU) dan kawasan lindung gambut karena mempertimbangkan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan, lingkungan hidup dan
pertanahan/agraria.
Kendati demikian, sambungnya,
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan, telah berupaya
secara terus menerus berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian LHK dan pemerintah daerah untuk mendata secara
bertahap bagi kebun sawit rakyat yang masuk dalam kawasan hutan, kawasan HGU
maupun kawasan lindung gambut. Hal tersebut sangat penting mengingat kewenangan
penyelesaian kebun sawit rakyat dalam kawasan hutan tidak berada pada
Kementerian Pertanian.
“Begitu juga koordinasi dengan
Kementerian ATR/BPN untuk mendukung penuh atas setiap usulan calon pekebun PSR untuk
mendapat layanan pengecekan status lahan mereka. Kemudian juga dengan
Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Kementerian
LHK, Direktorat Jenderal Perkebunan telah berkoordinasi secara intensif untuk
memberikan dukungan penuh pada program PSR,” ungkapnya.
Lebih lanjut Andi menegaskan
Kementan bersama pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota telah mendata
kebun sawit rakyat di dalam kawasan hutan seluas 12.533,52 hektar yang tersebar
di 6 provinsi sentra perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2021. Saat ini telah
masuk dalam proses telahaan dan inventarisasi Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK.
“Namun demikian, Direktorat
Jenderal Perkebunan bersama dengan pihak terkait (Kementerian Perekonomian,
KLHK, Kementerian ATR/BPN, BPDPKS) saat ini tengah melakukan evaluasi dalam
rangka mempercepat program PSR melalui tinjauan atas Permentan Nomor 03 Tahun
2022. Ini khususnya berkaitan dengan persyaratan yang menyangkut status lahan
sebagai upaya mendorong agar akses terhadap program PSR dapat terbuka lebar
namun dengan tetap mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang ada,”
tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang
Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Vera Viginia mengungkapkan tidak pernah
memberikan pernyataan bahwa realisasi program PSR di Riau tahun 2022 nol
persen. Pasalnya di tahun 2022 pemerintah Provinsi Riau menilai bantuan program
PSR bukan karena terbentur aturan main diterbitkan Kementan, namun karena
kondisi lahan sawit di Riau yang mau diremajakan berada di lahan gambut.
“Sebagaimana kita ketahui, aturan
yang ada adalah Program PSR tidak boleh berada dalam kawasan hutan, kawasan HGU
dan kawasan lindung gambut. Aturan ini bukan berada di Kementerian Pertanian.
Sehingga kami sangat keberatan dengan adanya pihak yang membuat pernyataan saya
yang tidak benar tentang program PSR,” ujarnya.
“Justru kami mengapresiasi
hadirnya Permentan Nomor 3 tahun 2022 memberikan kepastian hukum untuk
pelaksanaan program PSR. Permentan ini merupakan kebijakan pemerintah untuk
tetap menjaga tata kelola perkebunan kelapa sawit rakyat dapat mengarah kepada
aspek kepastian usaha dan kepastian mendapatkan bantuan PSR itu sendiri,” pinta
Vera.
Berita Terbaru